SIMULASI HAMA
(Laporan
Pratikum Bioekologi Hama Tumbuhan)
Oleh:
Kelompok 9
Santia Putri 1214121201
Sidarlin 1214121205
Yongky Lavia Foda 1214121234
Yuana Ariyanti 1214121236
Yuni Dzulhia 1214121237
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2013
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Metode pengambilan sampel merupakan teknik untuk
memperoleh data tentang kepadatan populasi hama yang diamati. Ukuran kepadatan
populasi suatu hama yang tepat dalam bentuk jumlah individu per satuan. Hal ini
dapat digunakan untuk menghitung berapa jumlah individu yang ada pada suatu
daerah atau wilayah pengamatan. Populasi hama pada suatu tempat merupakan
seluruh individu hama yang menempati tempat tertentu artinya sampel merupakan
wakil dari populasi yang diamati. Permasalahan penting yang sering dihadapidalam
pengambilan sampel adalah menentukan jumlah anggota sampel dengan tepat
sehingga dapat mewakili keseluruhan anggota populasi.
Proses pengambilan sampel dan monitoring memerlukan
teknik yang beragam tergantung pada jenis tanaman, jenis hama, atau organism
lain yang diamati. Biasanya jumlah sampel hanya sedikit jika populasi hama
berukuran sangat kecil atau sangat besar. Lebih banyak sampel dibutuhkan jika
populasi berukuran sedang.
1.2 Tujuan
Praktikum
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah untuk
memberikan pengenalan kepada praktikan pada skala simulasi tentang cara
pendugaan sebaran spasial hama.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Dalam konsep PHT,
pengendalian hama merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan ekosistem pertanian
dengan penekanan pada upaya memadukan secara optimal semua teknologi
pengendalian hama yang cocok dan mendorong berfungsinya proses pengendalian
alami yang mampu mempertahankan populasi hama pada tingkat keseimbangan yang
rendah. Tujuannya adalah: (1) menurunkan status hama, (2) menjamin keuntungan
pendapatan petani, (3) melestarikan kualitas lingkungan, dan (4) menyelesaikan
masalah hama secara berkelanjutan (Pedigo dan Higley, 1992).
Untuk menentukan apakah
populasi hama telah melampaui AE, maka harus dilakukan kegiatan pemantauan
secara berkala terhadap populasi hama, populasi musuh alami, kondisi
pertanaman, dan iklim. Hal ini dimaksudkan agar populasi hama tidak terlambat
dikendalikan. Dalam kegiatan pemantauan tersebut, kepadatan populasi hama yang
dikategorikan layak dikendalikan ditentukan dengan teknik penarikan contoh
beruntun (sequential sampling) berdasarkan pola sebaran populasi, data
AE, dan tingkat risiko kesalahan dalam pengambilan keputusan pengendalian
(Shepard, 1980).
Berdasarkan pola
sebaran populasi ulat grayak, pola penarikan contoh yang mempunyai tingkat
kepercayaan tinggi dan efisien dapat ditentukan. Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa apabila pola sebaran populasi bersifat acak, maka pola
penarikan contohnya adalah acak sederhana, sedangkan apabila pola sebaran
populasi bersifat mengelompok, maka pola penarikan contohnya adalah acak
sepanjang garis diagonal lahan (Nishida dan Torii 1970).
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Pengamatan
Ulangan 1
Sampel
|
Koordinat
|
Jumlah Hama
|
1
|
(6,1)
|
16
|
2
|
(4,1)
|
20
|
3
|
(4,2)
|
50
|
4
|
(1,4)
|
14
|
5
|
(7,2)
|
28
|
6
|
(8,6)
|
12
|
7
|
(5,6)
|
34
|
8
|
(5,4)
|
48
|
9
|
(6,4)
|
54
|
10
|
(1,5)
|
16
|
11
|
(1,1)
|
8
|
12
|
(2,2)
|
12
|
Xrata-rata
|
S2
|
N
|
26
|
273,45
|
0,53
|
Ulangan 2
Sampel
|
Koordinat
|
Jumlah Hama
|
Xrata-rata
|
S2
|
N
|
1
|
(2,5)
|
20
|
27,5
|
85,36
|
1,69
|
2
|
(2,6)
|
18
|
|||
3
|
(6,6)
|
42
|
|||
4
|
(4,6)
|
25
|
|||
5
|
(6,2)
|
38
|
|||
6
|
(3,4)
|
28
|
|||
7
|
(8,5)
|
26
|
|||
8
|
(2,3)
|
28
|
|||
9
|
(6,5)
|
35
|
|||
10
|
(8,4)
|
32
|
|||
11
|
(8,2)
|
30
|
|||
12
|
(8,1)
|
8
|
Ulangan 3
Sampel
|
Koordinat
|
Jumlah Hama
|
Xrata-rata
|
S2
|
N
|
1
|
(1,2)
|
20
|
28,75
|
171,29
|
0,84
|
2
|
(4,3)
|
20
|
|||
3
|
(5,5)
|
24
|
|||
4
|
(7,6)
|
23
|
|||
5
|
(6,3)
|
53
|
|||
6
|
(7,1)
|
13
|
|||
7
|
(3,6)
|
36
|
|||
8
|
(2,4)
|
44
|
|||
9
|
(3,2)
|
22
|
|||
10
|
(5,3)
|
48
|
|||
11
|
(5,1)
|
24
|
|||
12
|
(1,3)
|
18
|
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa pada ulangan
1 didapatkan rerata sebesar 26, ragam organisme sebesar 273,45 dan nilai ukuran
sampel optimum (N) sebesar 0,53. Pada ulangan 2 didapatkan rerata sebesar 27,5,
ragam organisme sebesar 85,36, dan nilai ukuran sampel optimum sebesar 1,69.
Pada ulangan 3 didapatkan rerata sebesar 28,75, ragam organisme sebesar 171,29,
dan nilai ukuran sampel optimum sebesar 0,84. Rata-rata tertinggi terletak pada
ulangan 3. Ragam organisme tertinggi terletak pada ulangan 1. Nilai ukuran
sampel optimum terletak pada ulangan 2.
Setelah perhitungan rerata dan ragam didapatkan maka
dapat ditentukan pola sebaran spasial pada masing-masing ulangan. Ulangan 1
dengan pola sebaran adalah mengelompok karena Xrata-rata<S2. Ulangan
2 dengan pola sebaran adalah mengelompok. Pada ulangan 3 dengan pola sebaran
adalah mengelompok. Disimpulkan bahwa ketiga ulangan tersebut terbentuk pola
sebaran mengelompok yaitu menunjukan adanya suatu pembatas pada populasi yang
ada. Pola mengelompok disebabkan oleh adanya individu-individu yang akan
berkelompok dalam suatu habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Ada beberapa hal yang diperhatikan pada saat
merancang kegiatan pengambilan sampel, yaitu unit sampel, ukuran sampel,
interval sampel, desain pengambilan sampel, dan mekanik pengambilan sampel.
Unit sampel adalah unit terkecil pada populasi yang akan diambil sebagai
sampel. Ukuran sampel adalah jumlah unit yang dipilih dari populasi atau suatu
lingkungan. Ukuran sampel yang terlalu besar akan kurang efisien dari aspek
sumber daya penelitian., dan sebaliknya. Interval pengambilan sampel yaitu perbandingan
antara populasi dengan sampel yang diinginkan. Desain pengambilan sampel adalah
tipe metode yang digunakan untuk memilih unit-unit analisis studi. Desain
sampel sebaiknya dipilih sesuai dengan tujuan penelitian atau didasarkan pada
pengelompokkan secara strata dari beberapa variable yang ditentukan oleh
peneliti (Riyanto, 2005).
IV.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum
ini yaitu :
1. Rata-rata tertinggi terletak pada ulangan 3.
Ragam organisme tertinggi terletak
pada
ulangan 1. Nilai ukuran sampel optimum terletak pada ulangan 2.
2. Pola sebaran spasial pada ulangan 1, 2, 3 adalah
mengelompok dengan Xrata-
rata<S2.
3. Hal yang diperhatikan pada saat merancang
kegiatan pengambilan sampel, yaitu
unit
sampel, ukuran sampel, interval sampel, desain pengambilan sampel, dan
mekanik
pengambilan sampel.
DAFTAR
PUSTAKA
Nishida, T. and T. Torii. 1970. A handbook of the
field methods for research on rice
stem-borers
and their natural enemies. Burgass and Sons (Abingdon). IBP
Handbook
No. 14.
Pedigo, L., S.H. Hutchins, and L.G Higley. 1986.
Economic injury levels in theory
and
practice. Ann. Rev. Entomol. 31: 341-68.
Shepard, B. M. 1980. Sequential sampling plans for
soybean arthropods, p.79-93. In:
M.
Kogan ard D.C. Herzog (eds.). Sampling methods in soybean entomology.
Springer-Verlag,
New York.
Juli
2005.
PERHITUNGAN
Ulangan 1
x̄
= Σx = 312 = 26
n 12
S2
= Σ(x- x̄)2
n-1
= (16-26)2+(20-26)2+(50-26)2+(14-26)2+(28-26)2+(12-26)2+(34-26)2+
(48-26)2+(54-26)2+(16-26)2+(8-26)2+(12-26)2
11
= 3008
11
= 273,45
N
= [ x̄.k + (x̄)2]
(k.Sx2)
Dengan,
k = [(x̄)2/( S2- x̄)]
= (26)2/(273,45-26) = 2,73
Sx = S2/n
= 273,45/12 = 22,79
Jadi,
N = [26 x 2,73 + (26)2] = 0,53
2,73 x (22,79)2
Ulangan 2
x̄
= Σx = 330 = 27,5
n 12
S2
= Σ(x- x̄)2
n-1
= (20-27,5)2+(18-27,5)2+(42-27,5)2+(25-27,5)2+(38-27,5)2+(28-27,5)2+
(26-27,5)2+(28-27,5)2+(35-27,5)2+(32-27,5)2+(30-27,5)2+(8-27,5)2
11
= 939
11
= 85,36
N
= [ x̄.k + (x̄)2]
(k.Sx2)
Dengan,
k = [(x̄)2/( S2- x̄)]
= (27,5)2/(85,36-27,5) = 13,07
Sx = S2/n
= 85,36/12 = 22,79
Jadi,
N = [27,5 x 13,07 + (27,5)2] = 1,69
13,07 x (7,11)2
Ulangan 3
x̄
= Σx = 345 = 28,75
n 12
S2
= Σ(x- x̄)2
n-1
= (20-28,75)2+(20-28,75)2+(24-28,75)2+(23-28,75)2+(53-28,75)2+(13-28,75)2+
(36-28,75)2+(44-28,75)2+(22-28,75)2+(48-28,75)2+(24-28,75)2+(18-28,75)2
11
= 1884,22
11
= 171,29
N
= [ x̄.k + (x̄)2]
(k.Sx2)
Dengan,
k = [(x̄)2/( S2- x̄)]
= (28,75)2/(171,29-28,75) = 5,8
Sx = S2/n
= 171,29/12 = 14,27
Jadi,
N = [28,75x 5,8 + (28,75)2] = 0,84
5,8 x (14,27)2
Post a Comment